DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan
pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam
pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang
seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan
pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi
dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang
menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat
secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber
daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan
dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya,
perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
Contoh studi kasus untuk UU Perindustrian tersebut yaitu Pemerintah kabupaten Temanggung
merasakan bahwa perusahaan-perusahaan yang berada di daerah sana tidak atau
belum melaksanakan penjagaan kelestarian lingkungan yang seharusnya dijaga
sesuai dengan pasal 21 pada UU nomor 5 tahun 1984 yang berbunyi “suatu industri
yang didirikan pada suatu tempat, wajib memeperhatikan keseimbangan dan
melestariakan sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya,
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Pemerintah Kabupaten Temanggung
menyesalkan sikap sebagian perusahaan pengolah kayu di daerah tersebut yang
kesadarannya masih rendah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Indikasinya,
diantaranya lain enggan melakukan uji kelayakan udara, debu, kebisingan, dan
air secara periodik. Dan kalaulah telah dilakukan uji, mereka terkesan menutupi
hasilnya. Ditegaskan, uji kelayakan
diperlukan untuk mengetahui dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan
disekitar. Bila ditemukan ada komponen yang diatas ambang batas, maka harus
diperiksa untuk mengetahui sumbernya, yang kemudian dilakukan perbaikan.
Perusahaan harus berpegang komitmen
untuk turut menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang salah satunya adalah
tidak melakukan pencemaran lingkungan. Hasil uji di sejumlah perusahaan
dikemukakan, ada beberapa komponen uji di beberapa perusahaan yang melebihi
ambang batas toleransi, terutama pada debu. Dampaknya, debu tebal diseputar
perusahaan dan sesak pernafasan banyak dialami masyarakat sekitar.
Tanggapan untuk kasus tersebut yaitu menurut saya seharusnya sebelum perusahaan meminta ijin kepada pemerintah setempat, perusahaan dan pemerintah harus melihat lingkungan setempat untuk mempertimbangkan masa depan dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Setelah pertimbangan tersebut telah ada titik cerah, barulah pemerintah mengijinkan perusahaan tersebut merealisasikan apa yang mereka inginkan. Bila perlu memindahkan warga ketempat yang memberikan kelayakan atau kompensasi dari perusahaan tersebut setelah melakukan perundingan dengan warga setempat.
0 komentar:
Posting Komentar